TIGA BAYAN AL-QURAN (Bagian 3)

Rabu, 22 Maret 2017 | 0 komentar



Penjelasan Global
Makna global di sini adalah belum jelas pelaksanaannya. Penjelasannya diwahyukan oleh Allah langsung kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم.  Hadits-hadits Nabi yang menjelaskan perkara global dalam al-Quran juga wahyu. Allah berfirman,

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

“Dia tidak mengucapkan dari hawa nafsunya. Hanya saja itu adalah wahyu yang diwahyukan kepada-Nya.” (QS. An-Najm: 3-4)

Kita pasti sudah mendapati banyak ayat al-Quran yang memerintahkan pelaksanaan suatu hukum—ibadah maupun muamalah—secara global dimana perincian tata laksananya ada di dalam hadits-hadits Nabi. Misalnya perintah tentang shalat, shiyam Ramadhan, menunaikan zakat, menunaikan haji, menikah, melakukan transaksi jual beli, dan lain sebagainya. Semua yang tersebut itu dijelaskan secara global di dalam al-Quran, sedangkan perinciannya ada dalam as-Sunnah.

Penjelasan Rinci
Ada pula ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan suatu perkara sampai rinci. Misalnya tata cara wudhu, tentang perempuan yang haram dinikahi, dan lain sebagainya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Hai orang-orang yang beriman, jika kalian hendak mengerjakan shalat, basuhlah wajah kalian dan kedua tangan kalian sampai siku-siku, usaplah kepala kalian, dan (basuhlah) kaki kalian sampai dua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

"Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nisa`: 23)

Demikianlah, apa pun peristiwa dan fenomena yang kita hadapi, semua sudah dijelaskan oleh al-Quran. Ada yang tercakup dalam keumuman penjelasan umum, ada yang dijelaskan secara global, dan ada pula yang dijelaskan secara rinci. [Imtihan Syafi’i/ Magetan, 19 J. Tsaniyah 1438]

TIGA BAYAN AL-QURAN (Bagian 2)

Rabu, 15 Maret 2017 | 0 komentar


6. Wajib tolong menolong dalam kebaikan.
Allah berfirman,
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Hendaklah kalian saling tolong-mrnolong dalam kebaikan dan takwa; dan janganlah saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Maidah: 2)

7. Wajib memenuhi kesepakatan dan janji
Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad (yang kalian bikin)!” (QS. Al-Maidah: 1)

8. Kesulitan yang melebihi batas wajar ditiadakan oleh syariat
Allah berfirman,
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ

“Dan Allah tidak menjadikan kesulitan dalam diin (Islam) atas kalian.” (QS. Al-Hajj: 78)

9. Kondisi darurat membolehkan yang terlarang.
Allah berfirman,
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ
“Maka barangsiapa dalam kondisi darurat, bukan karena menginginkannya dan tidak melampaui batas, naka tidak ada dosa atasnya.” (QS. Al-Baqarah: 173)

10. Wajib bertanya kepada ahlinya jika tidak tahu tentang sesuatu.
Allah berfirman,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada ahli dzikir jika kalian tidak mengetahui.” (QS. Al-Anbiya`: 7)

Jika kita baca penjelasan para ulama tentang berbagai hukum, banyak sekali hukum yang salah satu dasar pijakannya adalah salah satu dari kesepuluh perkara yang dijelaskan dalam beberapa ayat al-Quran di atas; baik perkara ibadah maupun muamalah. [Bersambung, dengan izin Allah]

Kupas Tuntas UDHIYAH (Qurban)

Jumat, 10 Maret 2017


TIGA BAYAN AL-QURAN (Bagian 1)



Al-Quran adalah penjelas bagi segala sesuatu. Tidak ada perkara yang tidak dijelaskan di dalam al-Quran. Allah berfirman,
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) sebagai penjelas untuk segala sesuatu.” (QS. An-Nahl: 38)

Yang perlu kita perhatikan, al-Quran punya cara tersendiri dalam menjelaskan berbagai perkara yang dikandungnya. Penjelasan atau bayan atau tibyan untuk suatu perkara oleh al-Quran ada yang bersifat umum (‘am), ada yang bersifat global (mujmal), dan ada yang bersifat rinci (mufashal).

Penjelasan yang bersifat umum artinya al-Quran tidak menyebut hukum sesuatu secara spesifik melainkan secara umum sehingga banyak hal yang masuk ke dalam keumumannya.

Penjelasan yang bersifat global artinya al-Quran menyebut hukum sesuatu secara spesifik, hanya saja tata laksana detailnya tidak dijelaskan di dalamnya. Detailnya dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam hadits-hadits beliau.

Penjelasan yang bersifat rinci artinya al-Quran menjelaskan hukum suatu perkara secara spesifik dan juga sudah menjelaskan tata laksananya.

Penjelasan Umum
Ada banyak ayat yang menjelaskan beberapa perkara yang bersifat umum sehingga banyak sekali perkara terjelaskan, masuk ke dalam keumumannya. Di antaranya:
1.  Kewajiban adil.
Allah berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ
  Sesungguhnya Allah memerintahkan perbuatan adil dan perbuatan baik.” (QS. An-Nahl: 90)
  Betapa banyak perkara yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku muslim dimana dia harus berlaku adil. Adil kepada Allah, kepada dirinya sendiri, kepada keluarganya, dan kepada orang lain.

2.  Kewajiban musyawarah
Allah berfirman,
وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
“Dan urusan di antara mereka diselesaikan dengan musyawarah di antara mereka.” (QS. Asy-Syura: 38)
Urusan yang dihadapi oleh kaum muslimin pun banyak yang dapat diselesaikan dengan musyawarah. Mulai urusan rumah tangga, urusan pekerjaan, sampai urusan kenegaraan.

3.  Bahwa manusia harus mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya
وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
“Setiap jiwa yang melakukan sesuatu harus mempertanggungjawabkannya. Setiap yang melakukan kesalahan tidak akan mempertanggungjawabkan kesalahan orang lain.” (QS. Al-An’am: 164)

4.  Bahwa sanksi itu sekadar dengan kesalahan
Allah berfirman,
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا
“Balasan keburukan adalah keburukan yang semisal dengannya.” (QS. Asy-Syura: 40)

5.  Haram mengambil harta orang lain tanpa serela hatinya
Allah berfirman,
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Dan janganlah kalian saling makan harta orang lain dengan cara yang batil (tidak dibenarkan syariat).” (QS. Al-Baqarah: 188)
[Bersambung dengan izin Allah]

ISLAM ALA RASUL DAN SAHABAT

Selasa, 07 Maret 2017 | 0 komentar



Dalam kurun waktu lebih dari 22 tahun Rasulullah صلى الله عليه وسلم  menerima wahyu dari Allah yang berupa al-Quran. Beliau diperintahkan oleh Allah untuk menyampaikannya kepada sesiapa yang mau menerimanya. Ada kabar tentang Allah, tentang malaikat, tentang jin, tentang kehidupan umat terdahulu—baik yang beriman maupun yang kafir, tentang hari Kiamat, tentang Jannah (surga), tentang Naar (neraka), dan lain sebagainya. Ada pula yang berupa perintah dan larangan.

Menjelaskan berbagai kabar dan memberikan contoh praktik pelaksanakan perintah-Nya yang termuat di dalam al-Quran adalah salah satu tugas Rasulullah. Oleh karena itulah, semua kabar tambahan dari beliau, perintah, dan larangan—yang secara periwayatan disepakati shahih—diakui oleh oleh seluruh ulama Islam. Mereka menyimpulkannya dari banyak dalil. Di antaranya:

إِنْ عَلَيْكَ إِلَّا الْبَلَاغُ

“Tugasmu tak lain adalah menyampaikan.” (QS. Asy-Syura: 48)

وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَاحْذَرُواْ فَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُواْ أَنَّمَا عَلَى رَسُولِنَا الْبَلاَغُ الْمُبِينُ

“Taatlah kalian kepada Allah, taatlah kepada Rasul, dan waspadalah! Maka jika kalian berpaling, ketahuilah bahwa tugas Rasul Kami hanyalah menyampaikan dengan jelas.” (QS. Al-Maidah: 92)

 وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

“Apapun yang dibawa/diputuskan oleh Rasul maka ambillah! Dan apa-apa yang kalian dilarangnya maka tinggalkanlah!” (QS. Al-Hasyr: 7)

Tidak hanya penjelasan dan praktik pelaksanaan, Rasulullah pun telah mengajarkan kepada para sahabat cara menghadapi berbagai persoalan yang akan muncul sepeninggal beliau. Sebagian cara itu secara eksplisit maupun implisit telah dijelaskan oleh Allah dalam al-Quran. Interaksi Rasulullah terhadap al-Quran diperhatikan oleh para sahabat, dan mereka pun mencontoh beliau.


Jalan Para Sahabat

Cara para sahabat dalam memandang, menyimpulkan, dan menghadapi berbagai persoalan sepeninggal Rasulullah ini termasuk dalam ruang lingkup “sabil” yang berarti jalan; yang disebut oleh Allah dalam firman-Nya,

وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Barangsiapa yang menyelisihi Rasul setelah petunjuk itu jelas baginya dan dia mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, akan Kami leluasakan ia dalam kesesatan dan kami masukkan ia ke dalam Jahanam. Jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa`: 115)

Ayat di atas memberitahukan, yang haram bukan hanya menyelisihi Rasulullah. Meninggalkan jalan orang-orang yang beriman pun haram. Ancamannya, dileluasakan dalam kesesatan dan dimasukkan dalam Jahannam!

Bukankah dalam ayat disebut, yang haram adalah mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman. Kenapa ditafsirkan dengan para sahabat?

Tidak ada yang memungkiri bahwa para sahabat adalah orang-orang yang pertama-tama beriman. Maka para tabi’in shalih yang datang sesudah mereka dan memahami ayat ini, tidak akan meninggalkan cara para sahabat dalam berislam. Dan begitu selanjutnya untuk generasi-generasi shalih berikutnya: tidak ada yang berani menyelisihi jalan orang-orang yang beriman sebelumnya.

Tak Cukup Hanya Klaim

Hari ini kita dapat saksikan banyaknya tokoh yang mengklaim diri sebagai orang yang paling mengikuti cara berislamnya Rasulullah dan para sahabat. Masalahnya, komitmen kepada cara Rasulullah dan para sahabat dalam berislam ini tidak cukup dibuktikan dengan klaim atau pengakuan. Ada pepatah Arab yang artinya:
“Banyak orang mengaku mencintai Laila
Tetapi Laila tak mengenal satupun darinya.”

Semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti cara berislam Rasulullah dan para sahabat ini. Ini bukan milik golongan atau kelompok pengajian tertentu. Siapa yang mau mengkajinya dengan sungguh-sungguh, semua tersimpan rapi dalam kitab-kitab yang memenuhi perpustakaan di berbagai belahan bumi.

Dan sebagaimana semua memiliki potensi untuk berkomitmen, semua pun berpotensi untuk meninggalkannya. Orang yang di pagi hari benar-benar berada dalam cara berislam yang benar ini, sore harinya bisa saja telah meninggalkannya—sengaja atau tidak. [Imtihan Syafi'i/Solo, 8 J. Tsaniyah 1438 H]
 
Copyright © -2012 imtihan syafii All Rights Reserved | Template Design by Favorite Blogger Templates | Blogger Tips and Tricks