YANG DIHARAMKAN DALAM MUAMALAH

Rabu, 25 Maret 2009


Dalam Majmu' Fatawa 28/385, Ibnu Tamiyah mengisyaratkan bahwa pengharaman semua muamalah di dalam al-Qur`an dan as-Sunnah lantaran di dalam muamalah itu ada kezhaliman, riba, perjudian, dan ketidakjelasan (gharar).

Secara lebih terperinci Dr. Rafiq Yunus al-Mishriy menginventarisir perkara-perkara yang diharamkan dalam muamalah Islam, di antaranya:

1. Riba.
Riba adalah tambahan yang diberikan karena pertambahan waktu.
Misalnya, seseorang meminjam uang senilai 100 gram emas selama satu tahun; disepakati dia harus mengembalikannya pada waktunya dengan uang senilai 110 gram emas. Ini jenis riba yang hari ini banyak dipraktikkan oleh perbankan konvensional-kapitalis.

2. Perjudian. Perjudian adalah upaya saling merugikan, hal mana pihak-pihak yang terlibat tidak mengetahui siapa yang akan mendapatkan harta mereka. Di dalam perjudian ada berbagai mudharat, yaitu: membiasakan orang untuk malas, membuat kecanduan, mendorong bobroknya
rumah tangga, dan sejatinya perjudian bukanlah aktivitas ekonomi.

3. Gharar/jahalah. Gharar (spekulasi) didefinisikan oleh para fuqaha kemungkinan, keraguan, ketidakjelasan, dan ketidakpastian; apakah akan mendapatkan suatu hasil ataukah tidak. Para fuqaha memerinci gharar menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Gharar fil wujud, yakni spekulasi keberadaan, seperti menjual sesuatu anak kambing, padahal induk kambing belum lagi bunting.
b. Gharar fil hushul, yakni spekulasi hasil, seperti menjual sesuatu yang sedang dalam perjalanan, belum sampai ke tangan penjual.
c. Gharar fil miqdar, yakni spekulasi kadar, seperti menjual ikan yang terjaring dengan sekali jaring sebelum dilakukannya penjaringan.
d. Gharar fil jinsi, yakni spekulasi jenis, seperti menjual barang yang tidak jelas jenisnya.
e. Gharar fish shifah, spekulasi sifat, seperti menjual barang yang spesifikasinya tidak jelas.
f. Gharar fiz zaman, spekulasi waktu, seperti menjual barang yang masa penyerahannya tidak jelas.
g. Gharar fil makan, spekulasi tempat, seperti menjual barang yang tempat penyerahannya tidak jelas.
h. Gharar fit ta'yin, spekulasi penentuan barang, seperti menjual salah satu baju dari dua baju, tanpa dijelaskan mana yang hendak dijual.

Terkait dengan gharar ini, para fuqaha menyatakan, gharar yang diharamkan adalah gharar yang terang dan banyak—seperti menjual ikan di dalam kolam, sedangkan gharar yang sedikit—seperti menjual jeruk tanpa dikupas terlebih dahulu—dimaafkan.
Perlu dicatat bahwa mudharat gharar berada di bawah mudharat riba, spt dinyatakan oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Fatawa 29/25.

4. Ihtikar. Yakni membeli barang dengan tujuan menimbunnya untuk dijual ketika harganya tinggi. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang menimbun, dia telah berbuat salah." (HR. Muslim, 11/43)

5. Ghubn.
Yakni menaikkan harga barang melebihi harga umum (mark up). Ghubn ada dua: ghubn fahisy (jelas/besar) dan ghubn yasir (kecil).

Meskipun para ulama berbeda pendapat mengenai kadar maksimal ghubn yasir, naum mereka sepakat bahwa mark up lebih dari 33% termasuk ghubn fahisy. Ghubn fahisy hukumnya haram bagi penjual, karena adanya unsur penipuan, sedangkan bagi pembeli, menurut sebagian fuqaha dia tidak berhak mengembalikan barang yang telah dibelinya, lantaran dia tidak menanyakan terlebih dahulu kepada orang-orang yang lebih tahu/berpengalaman. Sedangkan menurut sebagian yang lain, dia berhak mengembalikan barang yang telah dibelinya.

6. Najasy. Yakni menaikkan harga barang supaya calon pembeli tertarik lantaran menduga barang yang mahal adalah barang yang baik/berkualitas. Najasy haram, tetapi jual belinya tetap sah, menurut para fuqaha. Pelaku najasy berdosa, sedangkan pembeli keliru karena tidak berhati-hati dan bertanya kepada berbagai pihak yang mengetahui harga dan kualitas barang.

7. Israf. Israf yakni melampaui batas/ berlebih-lebihan di dalam membelanjakan harta melebihi batas kebutuhan. Setiap muslim diperintahkan untuk menjauhi sikap israf dan membuang-buang harta.
Allah berfirman, "Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan!"

8. Zhulm. Zhulm atau berbuat zhalim dilarang Islam dalam seluruh aspek kehidupan; termasuk dalam muamalah. Selain ayat-ayat yang telah disebutkan di depan, Rasulullah saw. bersabda, "Tidak boleh mendatangkan mudharat untuk diri sendiri maupun untuk orang lain."
(HR. Ibnu Majah).

9. Ghashab. Ghashab adalah mengambil hak orang lain secara terang-terangan, berbeda dengan pencurian yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Hukum ghashab haram, meskipun harta yang diambil tidak mencapai nishab pencurian.

Wallahu a'lam.

0 komentar:

 
Copyright © -2012 imtihan syafii All Rights Reserved | Template Design by Favorite Blogger Templates | Blogger Tips and Tricks