Dicintai, dikasihi, dan dilimpahi rahmat oleh Allah adalah tujuan mulia setiap insane beriman. Barang siapa yang dicintai oleh Allah dia akan dibela oleh Allah. Orang yang membencinya berarti mengumumkan perang terhadap Allah. Demikian dinyatakan sendiri oleh Allah dalam sebuah hadits qudsi.
“Barang siapa memusuhi wali-Ku, sungguh dia telah mengumumkan perang terhadapku. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Ku-sukai daripada apa yang Ku-fardhukan atasnya. Hamba-Ku akan terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (Hadits riwayat Imam al-Bukhariy)
Dalam salah satu karyanya, Ihfazhillaaha Yahfadzka, Dr. ‘Aidh al-Qarniy menyebutkan beberapa amalan sunnah, apabila kita memenuhinya setelah kita melaksanakan semua kewajiban semampu kita dan meninggalkan semua yang diharamkan oleh Allah, niscaya kita akan dicintai oleh Allah. Perkara pertama dan yang paling urgen adalah membaca dan mentadabburi al-Qur`an.
Abdullah bin Mas’ud berpesan, “Janganlah seseorang meminta cinta Allah, tetapi hendaklah ia meminta cinta al-Qur`an! Sesungguhnya cinta kepada Allah itu seiring dengan cinta kepada al-Qur`an. Sekadar apa cinta seseorang kepada al-Qur`an, sekadar itu pula cintanya kepada Allah.”
Suatu umat tidak akan meraih kesuksesan dan kebahagiaan sejati tanpa membaca dan menadabburi al-Qur`an, kalam Allah yang merupakan sumber kehidupan hati. Saat mereka berpaling dari al-Qur`an, hati mereka akan mati, tak bercahaya, dan tidak menghadap Allah ‘azza wa jalla.
Apabila seorang muslim hendak membanggakan sesuatu, hendaklah dia membanggakan keislaman dan kepahamannya akan al-Qur`an. Orang yang bangga dengan nasab, keluarga, kekayaan, pekerjaan, dan kekuasaan tidaklah jauh beda dengan Fir’aun, Haman, Qarun, dan orang-orang yang semisal dengan mereka.
Keutamaan membaca al-Qur`an
Rasulullah saw telah mengajarkan kepada para sahabat bagaimana mestinya mereka hidup bersama al-Qur`an. Siapa pun—jika punya iman—yang membaca hadits-hadits Nabi mengenai hal itu, pastilah hatinya cenderung kepada al-Qur`an. Di antara hadits-hadits itu adalah:
“Bacalah al-Qur`an! Sesungguhnya pada hari Kiamat ia akan datang memberi syafaat kepada orang-orang yang membacanya.” (Hadits riwayat Imam Muslim)
“Orang terbaik dari kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur`an dan mengajarkannya.” (Hadits riwayat Imam al-Bukhariy)
“Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka akan mendapat satu kebaikan dan setiap kebaikan akan dilipatkan menjadi 10 kali. Aku tidak berkata Alif Lam Mim itu satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf.” (HR Tirmidzi)
Rasulullah sang teladan
Rasulullah saw tidak hanya banyak membaca al-Qur`an baik di dalam maupun di luar shalat. Beliau juga suka mendengarkan bacaan dari sahabatnya. Dalam satu hadits disebutkan, beliau pernah meminta Ibnu Mas’ud untuk membacakan al-Qur`an. Ibnu Mas’ud berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah saya membacakan untukmu, padahal al-Qur`an diturunkan kepadamu?”. Nabi menjawab, “Akuu ingin mendengarnya dari orang lain.” Maka Ibnu Mas’ud membacakan surat an-Nisa` sampai pada ayat yang ke-41 (Bagaimanakah jika Kami telah mendatangkan untuk setiap ummat saksinya dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas semua ummat itu?). Nabi bersabda, “Cukup.” Dan air mata nabi pun bercucuran. (HR. al-Bukhariy dan Muslim)
Suatu malam Rasulullah saw berjalan melewati suatu rumah, dari dalamnya terdengar suara seorang perempuan tengah membaca ayat pertama dari surat al-Ghasyiyah: “Telah datangkah kepadamu kabar al-Ghasyiyah (hari Kiamat)?” Hanya ayat pertama. Rasulullah saw mendekatkan kepala beliau ke dekat pintu untuk mendengar lebih jelas bacaan perempuan itu. Dia mengulang-ulang bacaannya. Dia tidak tahu bahwa Rasulullah saw ada di balik pintu mendengarkan bacaannya. Setelah beberapa saat berlalu Rasulullah saw mulai menangis seraya bersabda, “Ya, telah datang kepadaku. Telah datang kepadaku.”
Sahabat belajar dari Rasulullah
Sebagaimana pelajaran yang mereka dapatkan dari mahaguru mereka, para sahabat pun tidak hanya membaca al-Qur`an banyak-banyak. Mereka pun mentadabburinya dengan sepenuh hati. Dalam al-Bidayah wan-Nihayah Ibnu Katsir menyebut, ‘Umar bin Khathab ra jatuh sakit gara-gara membaca beberapa ayat dari surat ash-Shaffat.
“Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan apa yang dahulu mereka sembah selain Allah! Lalu tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Tahanlah mereka (di tempat perhentian), sesungguhnya mereka akan ditanya, ‘Mengapa kamu tidak tolong-menolong?’ Bahkan mereka pada hari itu menyerah (kepada keputusan Allah).” (Ash-Shaffat: 22-26)
Rasulullah saw dan Umar—juga para sahabat yang lain—merasa diajak bicara oleh Allah lewat ayat-ayat-Nya sehingga apa yang mereka baca teramat mempengaruhi eksistensi mereka. Bagaimana dengan kita? Apakah kita paham dan berusaha memahami ayat-ayat yang kita baca? Sebenarnya seberapa hidupkah hati kita. Jangan-jangan kita merasa hati kita hidup, padahal hati kita tak ubahnya hati ‘Abdullah bin Ubay bin Salul, si munafik musuh Rasulullah saw dan para sahabat. Jangan-jangan kita merasa dicintai oleh Allah, namun sejatinya kita termasuk yang dilaknat-Nya. Allahul Musta’an.